Bismillahi rahmani rahim
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh
Pada kesempatan kali ini yang bertepatan dengan peringatan Hari Kartini, marilah kita bersama-sama mengucapkan syukur atas karunia kesehatan dan kesempatan yang diberikan oleh Allah swt. sehingga kita dapat berkumpul bersama-sama memaknai arti dari Hari Kartini.
Para hadirin yang saya hormati, dalam kesempatan yang berbahagia ini pula, maka isinkanlah saya membawakan sepatah dua patah kata dalam rangka memperingati hari kartini ini.
Seperti yang kita ketahui, Kartini merupakan nama yang tidak asing lagi bagi bangsa Indonesia. Kata Kartini mengingatkan kita pada sosok seorang wanita yang berjuang demi meningkatkan harkat dan martabat kaumnya. Setelah kiprah Raden Ajeng Kartini ini, beliau kemudian dinobatkan menjadi seorang pelopor gerakan emansipasi wanita di Indonesia. Emansipasi wanita ini sendiri berasal dari suatu gerakan di Negara Barat, yang dahulunya wanita merasa dikerdikan, dan menjadi warga kelas 2, sehingga menimbulkan akumulasi kekecewaaan kepada kaum wanita dan timbullah apa yang dinamakan perjuangan persamaan derajat atau emansipasi wanita.
Pengertian atau definisi emansipasi wanita ini sendiri secara harfiah adalah kesetaraan hak dan gender. Emansipasi wanita juga bisa diartikan sebagai suatu usaha untuk membuat persamaan hak-hak kaum wanita terhadap hak-hak kaum pria di segala bidang kehidupan. Emansipasi wanita bertujuan memberi wanita kesempatan bekerja, belajar, dan berkarya seperti halnya para pria, seimbang dengan kemampuannya. Pengertian sama di sini lebih di persepsikan pada kata sejajar karena tidak bisa dipungkiri wanita dan laki-laki jelas berbeda.
Perbedaan itu bisa dilihat dari kondisi fisik, sisi emosinal yang menonjol, dan sifat-sifat bawaan. Secara fisiologis misalnya wanita mengalami haid hingga berkonsekuensi berbeda pada hukum-hukum yang dibebankan atasnya. Sementara dari kejiwaan, pria umumnya lebih mengedepankan akalnya sehingga lebih bijak, sementara wanita cenderung mengedepankan emosinya. Namun dengan emosi yang menonjol itu, wanita patut menjadi ibu yang mana mempunyai ikatan yang kuat dengan anak.
Jadi, pengertian emansipasi wanita adalah memperjuangkan agar wanita bisa memilih dan menentukan nasib sendiri serta mampu membuat keputusan sendiri. Untuk tahap selanjutnya, merupakan pembekalan agar wanita mampu untuk menentukan nasib dan membuat keputusan.
Emansipasi wanita kerap diasalah artikan oleh sebagian dari kita, yaitu dengan mengejar karir setinggi langit, kesetaraan gender yang kebablasan, bahkan dengan mengorbankan kodratnya sebagai wanita. Padahal seseungguhnya apa yang diperoleh dari itu semua terlebih mengorbankan kodratnya sebagai wanita adalah kekalahan bagi wanita yang paling telak!
Hal tersebut sering terjadi pada ibu-ibu PKK, yang terkadang, dan sebagian besar dari mereka justru berlomba untuk menjadi seorang pemimpin agar dapat meraih karirnya setinggi mungkin, sehingga terjadilah kesetaraan gender yang justru kebablasan, bahkan tidak jarang dari mereka mengorbankan kodratnya sebagai wanita, terlebih sebagai seorang wanita yang memiliki suami dan anak.
Mengorbankan kodratnya sebagai wanita, terlebih sebagai wanita yang memiliki suami dan anak, terkadang menjadi salah satu alasan yang sering digunakan didalam proses perceraian. Bagaimana tidak mungkin hal itu terjadi? Pria dalam hal ini sebagai seorang suami akan meresa dihiraukan lagi, tidak diberikan perhatian khusus, serta terkadang ia merasa semua hal yang semestinya menjadi tanggung jawabnya justru diambil alih sehingga muncullah rasa tidak nyaman, rasa kesal, dan rasa tidak dihargai sebagai kepala keluarga. Ketika segala perasaan itu telah muncul dan bercampur aduk, amak perlahan-lahan akan terjadi percekcokan kecil yang kemudian menjadi besar dan akan berujung pada perceraian.
Setiap wanita pastinya tidak ingin merasakan dan mengalami kegagalan dalam berumah tangga. Oleh sebab itu, sebagai wanita marilah kita bersama-sama meraih mimpi dan karir setinggi mungkin tanpa harus melupakan kodrat kita sebagai wanita, karena seperti yang telah saya katakan tadi "mengorbankan kodratnya sebagai wanita adalah kekekalan bagi wanita yang paling telak". Terlebih kepada ibu-ibu PKK yang ingin meraih karirnya setinggi mungkin bisa saja, asal tidak dengan melupakan kodratnya sebagai wanita yang memiliki suami dan anak yang jauh lebih membutuhkannya dan jauh lebih peting daripada menjadi seorang wanita karir yang melupakan kewajiban-kewajiban yang seharusnya ia penuhi terlebih dahulu.
Emansipasi yang disuarakan oleh Kartini, sebenarnya lebih menekankan pada tuntutan agar wanita saat itu memperoleh pendidikan yang memadai, menaikkan derajat perempuan yang kurang dihargai pada masyarakat Jawa, dan kebebasan dalam berpendapat dan mengeluarkan pikiran. Pada masa itu tuntutan tersebut khususnya pada masyarakat Jawa adalah lompatan besar bagi wanita yang disuarakan oleh wanita.
Maka dari itu dalam memperingati hari Kartini 21 April, yang kita harapkan tentu semangat Kartini dan perintis kesetaraan gender menjadi teladan bagi wanita di Indonesia. Namun yang harus kita ingat bahwa dalam memperjuangkan kesetaraan gender tidak melupakan kodratnya sebagai wanita.
Demikian pidato yang dapat saya sampaikan bila ada kata-kata yang kurang berkenan dihati mohon maaf dan terima kasih.
Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh
Peran wanita di era globalisasi
Globalisasi adalah era yang menuntun terjadinya integrasi diseluruh bidang, feminisme di suarakan sebagai bentuk penyetaraan agar integrasi diseluruh aspek dapat tercapai. Hal inilah yang diperjuagkan oleh kartini di era penjajahan, dimana pendidikan dan kesempatan berpartisipasi bagi wanita dapat di integrasikan tanpa adanya asimetri gender. Pada dasarnya perempuan tidak ada kaitannya dengan jenis kelamin jika ditinjau dari aspek kemampuan dalam bekerja dan bersaing secara global, hanya saja ditengah kita pemikiran patriaki masih melekat, menjadikan gender sebagai alasan untuk tidak melibatkan perempuan dalam berbagai kegiatan sosial mulai dari pengambilan keputusna dan kedudukan dalam bekerja
Ketimpangan gender merupakan pola asimetri sosial yang diakibatkan oleh pemahaman patriarki yang memandang perempuan memiliki fungsi rendah di tengah masyarakat. Pola pikir yang berwawasan gender tidak memandang perbedaan kedudukan antara kedua stereotipe yang berbeda tersebut, secara fungsional mereka sama. Tidak dapat dipungkiri jika kedua stereotipe tersebut memiliki perbedaan yaitu keberadaan perempuan sebagai fungsi pengemban reproduksi dan pembinaan sumber daya manusia. Dalam beberapa hal perempuan memang jauh berbeda dari laki-laki, tuntutan untuk pembinaan pendidikan keluarga harus bersumber dari seorang perempuan misalnya saja tahapan mengandung hingga melahirkan dan pendidikan yang mengantarkan proses perkembangan awal anak, hal ini telah memberikan pembeda yang signifikan antara dua stereotip tersebut.
Perjuangan perempuan dalam upaya peningkatan kesetaraan sosial ditandai dengan penyetaraan gender, hal ini bertujuan untuk menyetarakan kesempatan, hak dan status sosial perempuan. Pemahaman patriarki dalam sudut pandang masyarakat tradisional tidak begitu mempermasalahkan kesetaraan gender sebab agama telah menjelaskan perbedaan antara keduanya, pemahaman inilah yang kemudian memberikan tendensi terhadap wanita dalam pembatasan ruang lingkup gerak. Perjuangan demi kesetaraan diperjuangkan oleh perempuan sejak indonesia berjuang menjemput kemerdekaannya.
Kemerdekaan negara tidak terlepas pula dari peranan seorang wanita, Sebut saja nama Keumala Malahayati atau dikenal dengan Laksamana Malahayati yang menjadi Panglima Perang Armada Laut Wanita saat Aceh diperintah oleh Ali Riayat Shah (1586-1604), Alaudin Riayat Syah (1604-1607), dan Iskandar Muda (1607-1636). Dalam buku Vrouwelijke Admiral Malahayati karangan Marie van Zuchtelen, Malahayati diceritakan memimpin armada yang terdiri atas 2.000 prajurit perempuan. Selain Malahayati, kita kenal juga Martha Christina Tiahahu (1801-1818), Cut Nyak Dien (1850-1908), yang perjuangannya dilanjutkan anaknya, Cut Meurah Gambang, Cut Meutia, Pocut Baren, dan banyak lagi pejuang wanita di sana.
Kemudian di era perjuangan tanpa senjata, pejuang perempuan yang bernama R.A Kartini (1879-1904) berjuang demi kemajuan kaum perempuan, ia berjuang dalam memajukan pendidikan bagi kaum perempuan. Beliau telah menyadarkan masyarakat jika perempuan juga harus mnegenyam pendidikan seperti layaknya kaum pria. Di Nusantara ini tidak hanya Kartini yang berjuang dalam peningkatan taraf hidup perempuan, sejarah mencatat beberapa nama seperti Rohana Kudus yang menaikkan nama perempuan dibidang jurnalistik Indonesia, Rasuna Said menjadi perempuan pertama yang ditangkap karena pidatonya mengecam tajam katidak adilan pemerintah belanda pada tahun 1923 di Semarang.
Sejak kemerdekaan negara ini perempuan telah memiliki dedikasi yang tinggi, sekalipun pembatasan terhadap ruang gerak perempuan masih sangat kental namun pergerakan perempuan tetap tak terbendung, apalagi dijaman sekarang yang telah memberikan kesempatan menyeluruh yang disebut feminisme seharusnya menggerakan perempuan menjadi lebih aktif dalam meneruskan perjuangan kartini. Dalam penelitian McKinsey menerangkan jika salah satu langkah yang harus di tempuh untuk memaksimalkan potensi indonesia adalah dengan meningkatkan kualitas perempuan dimana mereka mampu bersaing secara global dan dapat memajukan kesejahteraan.
Perempuan memiliki dedikasi tinggi terhadap kemajuan bangsa hal ini ditunjukkan dengan mulai bermunculan perempuan yang mengetuai berbagai instansi pemerintahan dan yang lebih luar biasanya lagi pimpinan negara tertinggi yaitu presiden pernah diduduki oleh kaum hawa, dan saat inipun pengusaha juga banyak bermunculan dari kaum perempuan misalnya saj terbentuknya Ikatan Wanita Pengusaha Indonesia (IWAPI). Hal ini menunjukkan jika kesempatan untuk bersaing telah terbuka seluas-luasnya bagi kaum hawa, sudah selayaknya kita perempuan memanfaatkan kesempatan tersebut.
EmoticonEmoticon